Asap dan Konspirasi Pemilik Modal

Dosen FH UR dan Koordinator Gusdurian Pekanbaru, Zainul Akmal
Dosen FH UR dan Koordinator Gusdurian Pekanbaru, Zainul Akmal

PEKANBARU – Riau saat ini sedang dikerumuni kabut asap yang pekat. Standar udara khusus di Pekanbaru tidak layak lagi untuk dijadikan tempat tinggal. Dijalanan para pengguna jalan sebagian besarnya menggunakan masker. Sebagian lainnya ada yang membagi-bagikan masker gratis sebagai bentuk kepedulian kepada sesama.

Kabut asap tidak akan muncul begitu saja. Setiap akibat memiliki sebab. Asap adalah akibat dan tentunya memiliki sebab. Sebagaimana telah dilansir berbagai media baik cetak atau elektronik, bahwa asap tersebut dikarenakan adanya kebakaran terjadi di beberapa daerah.

Dosen FH UR dan Koordinator Gusdurian Pekanbaru, Zainul Akmal dalam tulisannya, Jumat (27/9/2019) mengatakan, asap yang saat ini menyeliputi berbagai daerah di Riau di sebabkan kebakaran yang terjadi di berbagai daerah yang ada di Riau. Kebakaran tentu adalah suatu akibat yang juga memiliki sebab. Api tidak akan secara tiba-tiba muncul dan membakar hutan atau lahan. Terlebih lagi, sebagian besar yang mengalami kebakaran adalah lahan gambut.

Api tidak hadir secara tiba-tiba. Saat ini terjadi kebakaran diberbagai daerah, maka patut untuk diduga kalau ada yang menyulutkannya. Apakah mungkin api ini disulutkan oleh selain manusia ? Tentu hal ini tidak bisa diterima secara nalar. Bagaimana mungkin pohon atau binatang yang hidup di hutan bermain api !

Patut disangka jika pelaku pembakaran ini adalah manusia ! Siapakah manusia ini ? Inilah yang perlu untuk diteliti lebih lanjut.

Ada tiga kemungkinan manusia yang bisa untuk disangka melakukan pembakaran ini. Pertama petani yang membuka lahan dengan cara melakukan tahap akhir dengan membakar, agar lahan yang akan ditanami bisa lebih layak untuk ditanami. Kedua masyarakat yang sengaja melakukan pembakaran hutan dengan tujuan untuk bermain-main. Ketiga orang yang mendapatkan perintah dari pihak lain baik itu perusahaan atau orang lainnya. Adapun tujuan dari orang ketiga ini bisa untuk membuat kegaduhan atau bisa jadi untuk menghemat biaya membuka lahan perkebunan yang luasnya mencapai ribuan atau puluhan ribu hektar (ha).

Kemungkinan pertama petani sebagai pelaku pembakaran hutan yang menyebabkan bencana kabut asap, menurut penulis ini tidaklah bijak. Hal demikian dikarenakan seorang petani tidak akan membakar lahan gambut yang jumlahnya mencapai ribuan ha. Masyarakat melayu sangat bijaksana dalam bertani. Tidak sembarangan dalam membuka lahan. Petani tidak akan membakar lahan gambut yang luas, karena petani sadar bahwa tidak akan sanggup mengendalikan apinya.

Selain itu, petani juga memiliki keterbatasan tenaga dan dana dalam proses membuka lahan. Jarang seorang petani membuka lahan lebih dari 2 ha. Kebanyakan petani lokal membuka lahan kurang dari 2 ha.

Kemungkinan kedua ada orang yang membakar hutan dengam maksud bermain-main, ini juga sangat sulit diterima. Sebab saat ini bencana asap bukan lagi hal yang baru bagi masyarakat Riau. Masyarakat sudah tawu bahaya apa yang akan terjadi jika hutan, terutama lahan gambut dibakar. Oleh karena itu sulit untuk menduga ada orang yang sengaja membakar dengan maksud bermain-main.

Kemungkinan ketiga yang pertama dengan menduga orang yang membakar diperintahkan oleh pihak lain, dengan maksud membuat kegaduhan secara politis. Hal ini dimungkinkan, namun butuh pembuktian yang lebih konkrit. Misalnya mencari motif dari pelaku dan pihak lain yang menyuruh ? Lalu mencari tumbal untuk dijadikan kambing hitamnya.

Seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Ada beberapa titik api yang muncul di dekat kota Pekanbaru dan membuat kabut asap cukup pekat. Kebakaran ini terjadi setelah Presiden pulang dari Riau dan ada pejabat kementerian berbicara tidak berdasarkan fakta yang mengatakan bahwa “kabut asap di Riau tidak separah yang diberitakan”. Patut untuk diduga kalau lahan gambut yang terbakar mengelilingi kota Pekanbaru adalah dibakar. Pembakaran tersebut patut diduga ada motif politiknya, karena lahan yang terbakar bukanlah lahan yang dipersiapkan petani untuk digunakan sebagai lahan pertanian.

Kemungkinan ketiga yang kedua dengan menduga orang yang diperintah oleh pihak lain untuk kepentingan menekan biaya proses pembuka lahan, apakah bisa dibenarkan ? Pertama-tama perlu untuk mencari tawu, bahwa lahan yang dibakar milik siapa dan izin penggunaannya atau akan digunakan untuk apa ?

Jika lahan tersebut adalah milik orang pribadi yang luasnya mencapai ratusan ha, ini sulit untuk diterima. Penguasaan lahan untuk orang pribadi dilarang oleh peraturan perundangan mencapai ratusan ha. Apalagi yang terbakar saat ini mencapai empat puluh ribu ha yang tersebar di berbagai daerah di Riau. Lalu siapa yang berhak menguasai lahan hingga sampai ratusan atau ribuan ha ?

Tentunya hanya perusahaan yang memiliki hak untuk mengelola hutan atau lahan yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan ha. Agar tidak sembarangan menuduh suatu perusahaan melakukan kejahatan membakar hutan dengan menggunakan masyarakat atau orang lain, maka perlu untuk meninjau kasus kebakaran tahun-tahun sebelumnya. Ada dua hal yang bisa dijadikan informasi awal untuk membuktikan kejahatan pembakaran yang dilakukan oleh pemilik modal, dengan tujuan untuk mengurangi biaya proses pembukaan lahan.

Pertama apakah hutan atau lahan yang dahulunya pernah terjadi kebakaran dan saat ini ditanami untuk dijadikan perkebunan ? Kedua apakah dahulunya ada proses penengakan hukum yang tidak benar dalam menindak pelaku pembakaran ?

Jika dua hal di atas terpenuhi, artinya dijawab dengan “iya”, maka patut diduga ada motif yang keji dalam kasus kebakaran hari ini dan itu adalah ulah dari pemilik modal.