PASIRPENGARAIAN – Dalam kasus Irwan (22) di PN Pasir Pangaraian, tuntutan yang dilayangkan berupa kurungan penjara selama 4 tahun dan denda Rp. 3 M dan subsier 3 bulan penjara dinilai tidak menunjukkan rasa keadilan sama sekali.
Hal ini disampaikan Dani Kurniawansyah, SH, M.Kn selaku dosen Universitas Pasir Pengaraian sekaligus pemerhati hukum asal Kabupaten Rokan Hulu. Jumat (21/02/2020)
Menurut Dosen muda ini, kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) memang harus dimusuhi oleh seluruh lapisan masyarakat berdasarkan dampak buruknya terhadap kesehatan.
Namun, masih ada UU Nomor 32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menjelaskan beberapa batasan dalam melakukan pembakaran hutan dan lahan sebagai proses berladang dan bertani.
Dalam aturan tersebut, terutama pada Pasal 69 Ayat 2 dijelaskan bagaimana mengatur setiap warga negara dalam mengolah lahan tanpa merusak lingkungan beserta pengecualian seperti pembukaan lahan dengan tata cara kearifan lokal.
” Ada Norma Sosial yang Harus Menjadi Pertimbangan Dalam Mengambil Putusan Hukum,” jelasnya
Bukan tanpa alasan, Irwan dalam fakta persidangan mengakui bahwa dia membakar lahan sebagai proses dalam membuka lahan untuk berladang demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dalam hal ini, Irwan merupakan seorang buruh tani dan bukan pemilik lahan.
” Tujuan penggunaan lahan tersebut, adalah untuk ditanami palawija dan tanaman ladang lainnya. Irwan juga diketahui sebagai tulang punggung keluarga setelah ibu dan ayahnya bercerai,” imbuhnya
Tentunya, kondisi tersebut mesti menjadi pertimbangan secara sosiologis bagi hakim dalam memutus perkara persidangan tersebut.
” Dari kacamata hukum positif, posisi Irwan tentu saja layak untuk dihukum. Tentunya, dengan hukuman yang diputus secara objektif. Namun, dari segi norma sosial, Irwan merupakan pahlawan bagi petani. Karena, tindakan Irwan merupakan representasi dari kehidupan petani lokal dimana dia tinggal, yaitu di Riau,” jelas Doni panjang lebar.
Sebab, jika membuka lahan secara tradisional atau kearifan lokal dengan tata cara yang diatur sebagaimana dalam kebiasaan masyarakat itu dilarang, maka tidak menutup kemungkinan hal ini akan memberi dampak terhadap ketahanan pangan di Rokan Hulu.
Tentu saja setelah perkara Irwan, para petani tradisional di Rokan Hulu akan berpikir keras bagaimana membersihkan lahan untuk berladang. Belum lagi, jika menimbang dampak psikologis dimana petani akan ketakutan dalam berladang karena takut dijerat oleh hukum.
Tentunya, masyarakat berharap agar hukum melalui PN Pasir Pangaraian dapat memberikan putusan yang adil dan berkeadilan bagi para petani tradisional dalam proses berladang kedepan melalui perkara yang melibatkan Irwan ini.