Mengenal Tuntong Sungai, Salah Satu Satwa Endemik Riau yang Terancam Punah

RIAUSMART.COM – Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Lancang Kuning Pekanbaru melakukan studi literatur mengenai Tuntong Sungai (Batagur affinis) yang merupakan salah satu satwa endemik Provinsi Riau yang saat ini masuk kategori satwa yang terancam punah (critically endangered).
Studi literatur mengenai satwa endemik ini dilakukan oleh Kelompok II Mahasiswa Semester Genap T.A. 2023/2024 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan yang terdiri dari Arin Rosalia, Dian Al Fajri, Donald Saputra, Elfa Marya, Leo Candara Simanjuntak, dan Yenni Verawati pada Matakuliah Konservasi Keanekaragaman Hayati, Jasa Lingkungan, dan Ekowisata. Studi literatur ini dilakukan bertujuan untuk memberikan pengetahuan, wawasan, dan kepedulian masyarakat, khususnya masyarakat Riau, untuk senantiasa menjaga dan melestarikan satwa endemik yang ada di Provinsi Riau.
Berdasarkan hasil studi literatur yang dilakukan Kelompok II Mahasiswa Semester Genap T.A. 2023/2024 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, dijelaskan bahwa Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pantai timur pulau Sumatera bagian tengah dan wilayah pesisirnya berbatasan dengan Selat Malaka. Provinsi Riau memiliki kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah, termasuk keanekaragaman hayati. Ada banyak jenis flora dan fauna yang merupakan endemik Provinsi Riau, salah satunya fauna yang menjadi endemik Provinsi Riau adalah Tuntong Sungai dengan nama latin Batagur affinis.

Tuntong sungai (Batagur affinis) adalah spesies kura-kura air payau yang disebut juga dengan nama Southern River Terrapin yang merupakan anggota dari famili Geoemydidae. Spesies ini memiliki ciri bertubuh sedang, panjang cangkang atau kerapas hingga 700 mm dan berbentuk pipih, warna yang bervariasi mulai dari hitam hingga kecokelatan, lubang hidung terletak di ujung moncong yang agak mancung ke atas, rahang atas bergerigi, kulit di belakang kepala bersisik kecil-kecil, dan kaki dengan empat cakar dengan selaput penuh di antara jari-jari. Batagur affinis mampu hidup rata-rata selama sekitar 25 tahun.
Sebagai bagian dari peran ekologisnya, spesies ini turut berperan menjaga kesehatan padang rumput dan hutan sungai yang luas. Habitatnya mendukung kehidupan akuatik, membantu menjaga kesehatan jaring makanan di air, dan mendorong transfer nutrisi dari sungai ke ekosistem darat.
Sebaran Geografis
Secara geografis, Batagur affinis biasa ditemukan dan tersebar di Indonesia terutama Pulau Sumatera, serta Malaysia dan Kamboja. Batagur affinis terdapat di sepanjang pantai timur bagian tengah Sumatera, sepanjang pantai barat Semenanjung Malaysia, dan pantai bagian selatan Thailand, sedangkan di Singapura, Batagur affinis sudah dinyatakan punah secara regional. Di Indonesia sendiri, Sumatera merupakan satu-satunya wilayah yang terdapat Batagur affinis dan secara lebih rinci terdapat di Provinsi Riau yang habitatnya berada di sungai-sungai besar atau pesisir pantai yang berdekatan dengan hutan bakau, tepatnya di Sungai Kampar dan Sungai Indragiri.
Relatif sedikit publikasi mengenai habitat Tuntong Sungai atau Southern River Terrapin di Indonesia, semuanya disimpulkan berasal dari Sumatera, khususnya Riau. Beberapa peneliti seperti Werner pada tahun 1900 mencatat spesies ini di Sungai Tjinako (saat ini Sungai Cenaku) di wilayah Indragiri pada saat itu, kemudian Nelly de Rooij pada tahun 1915 mendaftarkan tiga lokasi spesies dari Genus Batagur yang ada di Sumatera yaitu Sungai Tjinako, Sungai Indragiri di dekat Djapura (saat ini Japura), dan Fort de Kock (saat ini Bukittinggi).

Gambar 2. Peta sebaran habitat dan keberadaan Batagur Affinis (Horne dkk, 2019).
Habitat
Batagur affinis menghuni anak sungai bakau, bagian hilir sungai, muara sungai, laguna pesisir, dan umumnya di daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut, namun juga dapat hidup di jarak yang cukup jauh di hulu sungai. Spesies ini melakukan migrasi musiman antar sungai-sungai dan rawa-rawa untuk bertelur. Migrasi dilakukan betina dewasa selama musim hujan ketika air sungai meningkat, sehingga memberi mereka akses ke habitat yang cocok untuk bertelur. Betina dewasa biasanya bertelur di pasir atau lumpur di tepi sungai atau rawa-rawa yang banjir dan mampu bertelur sebanyak dua kali dalam setahun, terutama selama musim hujan ketika air sungai meningkat. Jumlah telur yang dihasilkan sekitar 20-30 butir dalam satu periode produksi, tetapi jumlah telur bisa berbeda-beda tergantung pada individu dan kondisi lingkungannya. Mereka mencari lokasi yang cocok, menggali lubang dengan kaki belakang, dan menaruh telur-telur mereka di dalamnya, kemudian menutup kembali lubang dengan pasir atau lumpur. Betina dewasa dapat melakukan migrasi besar-besaran antara tempat bersarang dan tempat mencari makan hingga jarak 80 km.
Ancaman Kepunahan
Habitat Batagur affinis yang berada di sepanjang sungai dan pesisir pantai di bagian timur Sumatera sangat dipengaruhi oleh adanya aktifitas dan pemukiman manusia. Akibat aktifitas manusia seperti perusakan habitat bakau, pencemaran sungai, perburuan liar termasuk dengan telurnya, penangkapan ikan, penambangan pasir, menjadikan hewan peliharaan, bahan masakan eksotik, ataupun sebagai bahan obat tradisional, serta perubahan iklim menjadi suatu ancaman dan menyebabkan populasi Batagur affinis menurun drastis, bahkan menjadikannya spesies ini berharga mahal.
Dalam 75 tahun terakhir, beberapa subpopulasi dari Batagur affinis telah punah dan subpopulasi yang tersisa telah menurun drastis. Secara kolektif, pengurangan populasi setidaknya sebesar 90% selama tiga generasi terakhir dan terus berlanjut. Sisa populasi dari Batagur affinis mungkin masih bertahan di sepanjang Sungai Kampar, Sungai Indragiri, dan rawa hutan bakau di sekitar Mumpa, Tempuling, Indragiri Hilir.
Konservasi
Berdasarkan publikasi dari IUCN pada tahun 2019, populasinya telah demikian langka, sehingga masuk ke dalam daftar merah dengan status Terancam Punah atau Critically Endangered. Melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018, ditetapkan bahwa Batagur affinis menjadi salah satu satwa dilindungi.
Gambar 3. Status populasi Tuntong Sungai (Batagur affinis) terancam punah
(IUCN Red List, 2019).
Beberapa upaya konservasi dilakukan oleh pemerintah maupun sektor swasta untuk melindungi satwa yang dilindungi dari ancaman kepunahan, termasuk Batagur affinis, seperti program pemantauan populasi, restorasi habitat dan ekosistemnya, serta reintroduksi individu diharapkan Batagur affinis dapat diternakkan dan kembali ke lingkungan yang sesuai. Selain itu, peran masyarakat sangat diperlukan serta mendukung pemerintah dalam pemantauan populasi, perlindungan habitat, dan promosi keberlanjutan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam sebagai kunci kesuksesan pelestarian jangka panjang. Dengan upaya konservasi yang berkelanjutan, kerjasama antar negara, partisipasi sektor swasta, organisasi pemerhati lingkungan, dan peran aktif masyarakat yang meningkat, maka dapat dipastikan bahwa keberadaan Batagur affinis akan tetap ada untuk generasi mendatang dan terhindar dari kepunahan.
Salah satu wilayah yang menjadi area konservasi yang ada di Provinsi Riau bagi habitat Batagur affinis adalah Semenanjung Kampar. Menyadari bahwa keberadaan Batagur affinis yang terancam punah, maka sangat dibutuhkan upaya yang lebih efektif dan terkoordinasi untuk mendukung, mempromosikan, menjamin terlaksananya konservasi, dan menjaga keberlangsungan hidup jangka panjang dari populasi spesies ini.
Daftar Rujukan:
Horne, B.D., Chan, E.H., Platt, S.G. & Moll, E.O. (2019). Batagur affinis, Southern River Terappin (Errata Version Published in 2019). The IUCN Red List of Threatened Species 2019: e.T170501A152041284. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2019- 1.RLTS.T170501A152041284.en.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018. Jakarta.
Mohd Salleh, Mohd Hairul, Yuzine Esa, Mohamad Syazwan Ngalimat, Pelf Nyok Chen. (2022). Faecal DNA Metabarcoding Reveals Novel Bacterial Community Patterns of Critically Endangered Southern River Terrapin, Batagur affinis. Jurnal PeerJ 10. e12970. https://doi.org/10.7717/peerj.12970.
Moll, Edward O., Steven G. Platt, Eng Heng Chan, Brian D. Horne, Kalyar Platt, Peter Praschag, Pelf Nyok Chen, dan Peter Paul van Djik. (2015). Batagur affinis (Cantor 1847) – Southern River Terappin, Tuntong. Conservation Biology of Freshwater Turtles and Tortoises. Chelonian Research Monographs, Nomor 5, Halaman 090.1-090.17. ISSN 1088-7105. Doi: 10.3854/crm.5.090.affinis.v1.2015.
Praschag, Peter, Rohan Holloway, Arthur Georges, Martin Packert, Anna K. Hundsdorfer, dan Uwe Fritz. (2009). A New Subspecies of Batagur affinis (Cantor, 1847), One of the World’s Most Critically Endangered Chelonians (Testudines: Geoemydidae). Jurnal Zootaxa Volume 2233, Nomor 1, Halaman 57-68. Mongolia Press. Auckland, New Zealand. ISSN 117-5326, E-ISSN 1175-5334.
Restorasi Ekosistem Riau. (2021). The Turtles of Kampar Peninsula, 15 April 2021, <https://www.rekoforest.org/id/warta-lapangan/jenis-kura-kura-di-semenanjung-kampar/>, Diakses 20 April 2024.
Wikipedia. (2024). Tuntong Sungai (Batagur affinis), 12 Maret 2024, <https://id.wikipedia.org/wiki/Tuntong_sungai>, Diakses pada 20 April 2024.

 

Disusun Oleh Kelompok II:
Arin Rosalia, Dian Al Fajri, Donald Saputra, Elfa Marya, Leo Candara Simanjuntak, dan Yenni Verawati