Buntut Panjang Sengketa di Desa Batas, PT SLL Mangkir Pada Hearing Ketiga

PASIRPENGARAIAN – Terkait persoalan lahan antara PT Sumatera Silva Lestari (SLL) dengan masyarakat Desa Batas, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) kembali menggelar hearing ketiga.
Hearing yang digelar di Gedung DPRD Rohul ini, dipimpin langsung oleh sekretaris Komisi II DPRD Rokan Hulu, Budi Suroso didampingi anggota Mukhas dan Emon Casmon, Rabu (06/01/2021).
Dari pihak pemerintah, tampak hadir Kabid Koperasi Diskop UKM Transnaker Rohul Rokhadi, Ka UPT KPH Rohul Dendry Saputra, perwakilan Adwil Rohul dan Camat Tambusai, M Chadafi.
Sedangkan dari masyarakat, tampak dilokasi sekretaris Koptan Sialang Sakti Desa Batas Mintareja, Kades Batas T Musrial, Sekretaris Desa Batas Tarmizi dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya.
Dalam pengakuan Mintareja dalam hearing ketiga tersebut, pihaknya merasa kecewa terhadap PT SLL yang mangkir dari hearing.
“Ketidakhadiran PT SLL dalam agenda hearing ini, membuktikan bahwa PT SLL tidak berpihak kepada masyarakat,” jelasnya.
Mintareja juga menyayangkan persoalan lahan antara PT SLL dan masyarakat Desa Batas berbuntut panjang dan tidak menemukan titik jalan keluar.
“Ini merupakan hearing ketiga, namun kami belum juga mendapatkan kepastian dari DPRD maupun Pemerintah daerah Rokan Hulu,” tambahnya.
Ditempat yang sama, Kades Batas T Musrial mengatakan, bahwa PT SSL beroperasi di Tambusai dengan menggunakan izin HGU dari pemerintah pusat.
Padahal, akibat beroperasinya perusahaan tersebut, kata Kades, persoalan teritorial di desanya menjadi muncul dan merugikan masyarakat desa.
“Karena areal dari peta Desa Batas seluas 2.753 Hektar sedangkan di MoU antara PT SSL dalam izinnya hanya 1.300 Hektar. Hal ini perlu diselesaikan dengan menyusun kembali HGU-nya yang sangat merugikan masyarakat dibandingkan dengan Pola KKPA lain di Rokan Hulu,” kata Kades.
Sedangkan Mukhas selaku anggota DPRD Rohul mengungkapkan, hasil hearing ketiga PT SLL dan masyarakat Desa Batas membuahkan empat poin, diantaranya adalah permintaan pengukuran ulang luas areal PT SSL dan Batas Lahan Koptan Sialang Sakti dengan melibatkan unsur Adwil, UPT KPH, Komisi II DPRD Rohul dan pemerintah setempat.
Lalu, meminta melakukan penghitungan ulang fee kemitraan yang disepakati antara perusahaan dengan koperasi yang dinilai merugikan masyarakat sebagai bagian dari koperasi.
Selaini itu masyarakat juga meminta agar dibuatkan MoU sesuai hasil kesepakatan bersama dengan tidak merugikan kedua belah pihak di masa mendatang.
Sedangkan poin terakhir, jika dalam batas waktu dua minggu kedepan tiga poin sebelumnya tidak dipenuhi, maka masyarakat akan melakukan tindakan tegas dengan menyampaikan aspirasi ke Pemprov Riau hingga ke Pemerintah Pusat.
“Kita memberikan waktu selama 2 Minggu kepada pemerintah, dalam hal ini Dinas Koperasi Rokan Hulu dan PT SLL untuk menyelesaikan persoalan ini,” jelas Mukhas.
Jika dalam dua minggu tak ada tindakan tegas, maka masyarakat Desa Batas sepakat akan melakukan penghentian kerja di lingkungan perusahaan hingga ada atensi lebih lanjut.
Saat ditanyakan terkait ketidakhadiran pihak PT SLL di agenda hearing, Mukhas mengatakan bahwa PT SLL telah mengajukan surat permohonan pengunduran jadwal pada 13/01 mendatang.
“PT SLL telah telah mengajukan surat permohonan pengunduran jadwal, sedangkan didalam surat tidak diterapkan alasan pengunduran jadwal yang dimintanya tersebut,” tegas Mukhas.
Di konfirmasi terpisah, Humas PT SSL Andika Andri mengajukan permohonan maaf karena tak dapat memenuhi undangan hearing yang dilayangkan secara resmi oleh DPRD Rohul.
“Berhubung manajemen yang bisa mengikuti kegiatan tidak ada di tempat, maka kami melayangkan surat balasan sebagai permintaan penjadwalan ulang. Dalam hal ini, kami juga memohon maaf karena tak bisa memenuhi undangan tersebut,” kata Andika.
Terkait permintaan pengukuran, pihak perusahaan mengaku tidak keberatan selama prosesnya dilakukan dengan melibatkan unsur-unsur terkait seperti BPKH Dishut dan KPH yang dianggap mengetahui status kawasan hutan.
“Untuk permintaan pelepasan izin konsesi, itu mutlak menjadi wewenang dari Kemen LHK dan kami mengikuti aturan tersebut,” tandasnya.