JAKARTA – Sebuah kontroversi melanda masyarakat Pulau Rempang, ketika negara dengan sangat beringas melakukan upaya penggusuran pada 16 kampung demi memasukkan investor dalam proyek ambisius bernama Rempang Eco City. Proyek ini, yang melibatkan sektor industri, perdagangan, dan pariwisata, diharapkan nantinya dapat mengubah wajah pulau Rempang menjadi pusat pengembangan wilayah yang modern dan maju.
Namun, di balik ambisi investasi, terdapat cerita pahit dari masyarakat lokal yang telah tinggal di pulau ini selama berabad-abad lamanya. Mereka terpaksa diusir dari tempat tinggal mereka, demi memberikan ruang bagi investor dan proyek pengembangan wilayah yang dipimpin oleh Tomy Winata, seorang konglomerat yang memiliki multi bisnis dan investasi.
sangat disayangkan bahwa ada sebagian pejabat-pejabat tidak mempertimbangkan dampak negatif yang akan dialami oleh masyarakat lokal dan tidak menghargai hak asasi manusia mereka. Perlakuan ini jelas meremehkan nilai-nilai demokrasi, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Sebagai pemimpin, seharusnya mereka lebih memperhatikan kepentingan masyarakat dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak, bukan dengan memaksakan kehendak mereka sendiri. Tindakan ini menunjukkan ketidakpedulian terhadap nilai-nilai HAM dan hanya fokus pada kepentingan investor semata. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip dasar demokrasi dan keadilan.
Negara, dalam menghadapi tantangan ini, harus mempertimbangkan dengan cermat prioritas antara perlindungan hak asasi manusia (HAM) masyarakat lokal dan kepastian investasi. Konstitusi Indonesia menjamin hak atas tanah dan tempat tinggal yang layak bagi setiap warga negara. Oleh karena itu, penggusuran yang dilakukan harus memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Umum juga memberikan arahan yang jelas mengenai prosedur penggusuran yang harus dilakukan dengan transparan, adil, dan memberikan kompensasi yang layak kepada masyarakat yang terkena dampak. Negara juga memiliki kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia, termasuk hak atas tanah dan tempat tinggal, yang diatur dalam berbagai instrumen hukum internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Memang, pengembangan wilayah yang dilakukan dengan baik dapat memberikan manfaat ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, hal ini tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan hak asasi manusia. Negara harus mencari keseimbangan yang tepat antara perlindungan HAM dan kepastian investasi yang berkelanjutan.
Dalam menghadapi kasus ini, negara perlu bertindak dengan bijaksana. Proses penggusuran harus dilakukan dengan transparan dan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat lokal. Komunikasi yang baik dan dialog yang terbuka antara pemerintah, investor, dan masyarakat lokal juga penting untuk mencapai solusi yang adil bagi semua pihak.
perlindungan HAM masyarakat Pulau Rempang dan kepastian investasi merupakan tantangan yang kompleks bagi negara. Namun, negara tidak boleh mengabaikan hak asasi manusia dalam upaya meningkatkan pembangunan wilayah. Dengan menjalankan proses penggusuran yang adil dan memberikan kompensasi yang layak kepada masyarakat yang terkena dampak, negara dapat mencapai keseimbangan yang tepat antara perlindungan HAM dan kepastian investasi yang berkelanjutan.
Penulis : AL QUDRI TAMBUSAI S.H.,M.H